YURA PRAMESWARI (1)




Sedikit ku seruput sanger cokelat panas yang baru saja di antar oleh pelayan di meja nomor 10. Kunyalakan sebatang rokok dan berlalu dalam utak atik keyborad dengan mata tertuju penuh ke layar monitor. Jam baru saja beranjak dari angka satu. Suara hening mendekati sepetiga malam yang dingin.

Kutulis semua cerita tentangmu yang perlahan datang untuk mewujudkan segala mimpi yang pernah sirna di terpa badai logika. Tentangmu yang seketika merekonstruksi ulang gerakan yang pernah ternoda dan tenggelam oleh drama pahit percintaan. Sebab, beberapa saat lalu logisku pecah dihantam kenyataan yang tak pernah ingin kudengar, bibirku mendadak beku oleh keadaan yang hangat.

-----------------------------------------------------------------

“Yura?” kamu cantik, tapi aku tidak akan pernah mencintaimu. Untuk apa juga kan? Sebab aku tahu cintamu hanya untuk Dia. Lagipula aku siapa? hanya orang-orangan sawah yang telah usang dihantam usia yang tak lagi muda. Sengaja juga aku bilang kalau diriku ini sudah tua, agar semakin tak terlihat pantas untukmu. Aku gila bukan?

Memang! Itu semua karena kekonyolan kita beberapa waktu ini. Kamu bayangkan saja? Apakah semua yang kita lakukan bersama saat ini adalah sebuah keberuntungan atau usaha yang kuat? Bukan! Ini adalah kekonyolan yang logis, dari beberapa orang yang ingin dianggap ada oleh dunia. Termasuk aku dan kamu.

Teman – teman seperjuangan kita mungkin sudah “maklum” dengan aku yang gila. Tapi mereka terkejut dengan kamu yang bisa mengikuti kegilaanku didepan kamera. Apakah semua ini terlihat seperti drama yang dibuat oleh sutradara amatir? Sekali lagi aku bilang, Bukan! Ini seperti rencana Tuhan yang tidak bisa kita hindari.

“Yura?” kamu tahu? Kamu sebenarnya sedang dalam proses menjadi – berarti. Seseorang yang nantinya akan hadir dalam ruang imajinasi anak muda yang penuh obsesi dan dedikasi. Kamu sadar gak? Saat ini semua mata tertuju padamu. Dan itu bukan tentang aku yang beberapa kali muncul di belakangmu. Sebab kamu sendiri yang telah berhasil mengalahkan kejenuhan dan ambisimu untuk menjadi berarti.

Kamu tengah berjalan dalam perjuanganmu sendiri untuk menjadi “pantas” di masa depan. Entah untuk siapapun itu, entah untuk apapun yang sampai sekarang aku tidak tahu. Tapi, rasanya kali ini aku tidak salah memilih, kamu memang berhak hadir di Kota ini sebagai inspirasi dari banyak anak muda yang kehilangan mimpi.

Kalo’ boleh aku menceritakan analogi cokelat kepadamu, maka aku akan katakan;

“Cokelat itu pada dasarnya adalah simbol kebahagiaan, ia lekat dalam imajinasi tanpa batas seseorang yang penuh mimpi. Ia menjadi teman setia ketika jenuh melanda. Ia menjadi pembeda ketika nalarmu terbelenggu antara rasa dan logika. Ia adalah setia yang tak pernah berpaling, sekalipun banyak orang yang meninggalkanmu tanpa alasan. Cokelat menggambarkan kesederhanaan, sebagaimana kamu yang selalu ingin terlihat sederhana dimata orang. Cokelat menuliskan kenyataan, dan mengajarkanmu menerima kenyataan itu dengan bentuk yang tidak terlalu kejam. Cokelat adalah harapan, yang terus hadir dalam tujuanmu melangkah ke masa depan”

Jadi kamu tak perlu risau, seperti yang kamu katakan dimalam itu;

“Har? Jangan berjuang untuk manusia, berjuanglah untuk dirimu sendiri dengan melihat setiap peluang yang ada, sehingga ketika kamu gagal, kamu tidak menyalahkan orang lain, dan ketika kamu berhasil, kamu tidak mengatasnamakan orang lain. Jangan pernah harapkan akhir yang bahagia, harapkan akhir yang penuh makna”

Itu kata – kata yang memotivasi aku untuk menuliskan akhir yang penuh makna, Yur. Akhir yang sederhana dan tidak karena siapapun. Sebab akupun ingin kembali menjadi sederhana dan humoris. Aku sudah bosan dibunuh dan diasingkan karena Harta – Tahta – Wanita. Aku sudah muak dengan semua diplomasi dan politik yang tak pernah damai. Aku Cuma ingin pulang, merebahkan lelah dan menikmati kenang-kenangan masa perjuangan, juga sesekali melihat gallery yang tersimpan paras ayumu.

Setelah ini, aku mungkin akan iri kepada dia yang selalu ada dihatimu. Dia yang membuatmu setia menunggu. Dia yang selalu kamu ceritakan kepadaku, agar kamu menjadi “pantas” untuk bersanding dengan dia nanti.

Tapi, kalau boleh aku meminta, aku ingin mengajakmu sekali saja, untuk menikmati Indonesia yang indah ini dengan kekonyolan kita. Sebelum kamu dibawa dia atau sebelum aku benar – benar hilang dari ruang karya yang kita bangun bersama. Jangan takut! Kita akan mengajak saudara kita untuk ikut serta.

Sudah itu saja dulu, nanti aku sambung lagi. Sanger cokelat panasku sudah habis. Jangan ketawa ya!!! Aku sengaja pesan sanger cokelat panas untuk menggabungkan kopi dan cokelat dalam segelas utuh. Terakhir, aku sengaja menulis ini pada jam 01.00 Wib, dimeja nomor 10, di tahun 2018, biar sesuai dengan bertambahnya usiamu. Sehingga aku tak perlu repot untuk memberimu kado.

                                                                               Harasian Mulana
#cokelatpanas.est @2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nilai Historis Tentang Peninggalan Sejarah Sebagai Cagar Budaya di Kota Binjai

Cerita Tentang Pinus.

Sebait Kisah Tentang Ayah(ku).