Nilai Historis Tentang Peninggalan Sejarah Sebagai Cagar Budaya di Kota Binjai
Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah Kota Binjai. Dari peninggalan sejarah dan cagar budaya inilah nilai-nilai historis yang terdapat didalamnya dapat dipahami, dipelajari dan dimanfaatkan dengan baik kedalam bentuk kehidupan manusia. Dalam hal ini, Artha (2004:35) mengatakan “ bahwa warisan budaya, peninggalan budaya, pusaka budaya atau culture heritage tidak lain adalah perangkat-perangkat simbol kolektif yang diwariskan oleh generasi-generasi sebelumnya dari kolektivitas pemilik simbol tersebut”. Renovasi serta pemugaran baik secara kecil maupun besar telah melunturkan nilai-nilai historis dari peninggalan sejarah dan cagar budaya itu. Perubahan arsitektur bangunan yang bergaya tradsional dan kolonial diganti menjadi gaya modern saat ini. Bangunan ataupun benda cagar budaya yang tidak lagi digunakan dihancurkan ataupun dialihfungsikan kepada bentuk lain yang justru menghilangkan nilai historisnya. Peninggalan sejarah dan budaya itu seharusnya dapat dialihfungsikan secara positif kedalam bentuk pendidikan dan pembelajaran sejarah, peningkatan ekonomi masyarakat Kota Binjai, dijadikan daerah wisata dan pengembangan kebudayaan, atau bahkan dijadikan sebagai site museum (museum situs) seperti yang tampak di beberapa daerah di Indonesia. Partisipasi masyarakat serta peranan pemerintah merupakan faktor utama dalam hal pelestarian peninggalan-peninggalan sejarah ini. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Hall dalam Novendra (2009:8) bahwa “partisipasi masyarakat adalah kemampuan menerima untuk melibatkan diri secara sukarela dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungannya dalam berbagai hal, khususnya kebudayaan”.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam melakukan pelestarian dan perawatan peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Kota Binjai serta memanfaatkan peninggalan sejarah tersebut kedalam bentuk yg positif perlu dikembangkan dan dikelola dengan baik. Dalam hal ini, pemerintah mempunyai peranan serta pengawasan terhadap peninggalan sejarah di Kota Binjai. Salah satu yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan mengesahkan peninggalan sejarah di Kota Binjai sebagai peninggalan cagar budaya baik lokal ataupun nasional. Perumusan masalah adalah kelanjutan dari pendahuluan.
PEMBAHASAN
Menurut Dedi (2012:39-40) “Kata “Binjai” berasal dari bahasa Karo yaitu “ben nje” yang artinya sudah sore.” Kata itu sering diucapkan oleh orang-orang karo yang sering duduk atau beristirahat di bawah pohon seperti embacang yang berada daerah pinggiran sungai bingai. Hal ini diperjelas dengan mata pencaharian masyarakatnya sebagai pedagang dan nelayan. Karena begitu seringnya kata “ben nje” diucapkan sehingga pohon embacang itu dinamakan pohon “ben nje” atau “Binjai”. Sebenarnya sejak tahun 1822, Binjai telah di jadikan bandar atau pelabuhan dimana hasil pertanian lada yang diekspor adalah berasal dari perkebunan lada di sekitar ketapangai (pungai) atau Kelurahan kebun Lada atau Damai. Hingga pada tahun 1864 Daerah Deli telah dicoba ditanami tembakau oleh pioner Belanda bernama J. Nienhuys dan 1866 didirikan Deli Maatschappij. Pada tahun 1917 oleh pemerintah belanda di keluarkan Instelling Ordonantie No.12 dimana binjai di jadikan Gemeente dengan luas 267 Ha. Soedewo (2010:37) menjelaskan tentang Binjai sebagai Kota Gemeente, yaitu: “Binjai adalah Kotapraja (Gemeente) yang dikelola langsung oleh pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial mengangkat seorang walikota (bugermeester) untuk jangka waktu tertentu sebagai pelaksana pemerintahan dan juga menetapkan dewan kota (stadgemeente) sebagai badan legislatif yang menjadi representasi warga Kota. Hak dan wewenang pemerintahan kotapraja pada masa kolonial diatur oleh ketentuan mengenai rechtsterksbestuurgebeid atau daerah yang diatur secara langsung”.
Pada masa kemerdekaan Binjai mengalami revolusi sosial dimana kesulatanan langkat yang berada di binjai dihancurkan. Tahun 1950-1956 Binjai menjadi kota Administratif kabupaten Langkat dan sebagai wali kota adalah OK Salamuddin kemudian T.Ubaidullah Tahun 1953-1956. Pada Tahun 1956 kota Binjai menjadi daerah otonom dengan wali kota pertama SS.Parumuhan. Dalam perkembangan nya kota binjai sebagai salah satu daerah tingkat II di propinsi sumatera utara melakukan pemekaran wilayah. Semenjak ditetapkan peraturan pemerintah No.10 Tahun 1986 wilayah kota daerah kota Binjai telah di perluas menjadi 90,23 Km dengan 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 11 desa dan 11 kelurahan.
Identifikasi peninggalan sejarah di Kota Binjai. Dalam arsip Dinas Pariwisata Kota Binjai, konsep peninggalan sejarah dijelaskan sebagai berikut: “Sejalan dengan sasaran penelitian yang dimaksud perlu dilakukan pendataan tentang jumlah, jenis, lokasi, deskripsi, sejarah, nama, dan status kepemilikan, luas tanah, serta kondisi yang ada pada saat ini. Dan dari hasil tersebut diharapkan mendapatkan data faktual keadaan fisik, serta nilai yang terkandung dari peninggalan sejarah baik historis, arkeologis, juga klasifiksai, serta periodesasi persebarannya”.
Adanya kelengkapan data yang jelas dari hasil perekaman data dilapangan dapat digunakan untuk mendapat gambaran dalam upaya perlindungan, pemeliharaan, pemugaran, pelestarian, serta pemanfaatan peninggalan sejarah tersebut. Adapun beberapa Peninggalan – peninggalan sejarah di Kota Binjai antara lain :
1. Masjid Raya Binjai. Masjid raya Kota Binjai terletak di jalan KH. A. Wahid Hasyim di lingkungan pasar tavip, Kota Binjai. Secara geografis, letak masjid strategis karena berada di dekat sungai bingai yang secara historis merupakan jalur perdagangan di Kota Binjai.Masjid ini di letakkan batu pertamanya pada tahun 1887 oleh H. Musa sebagai sultan langkat. Kemudian diresmikan dan di pergunakan pada tahun1890 oleh T. Abdul Azis Sultan langkat. Masjid ini pertama kali direnovasi tahun 1924. Masjid raya Kota Binjai di pergunakan oleh umat islam di Kota Binjai untuk melakukan aktifitas keagamaan. Arsitektur dan ornamen dalam masjid menggabungkan corak melayu, cina dan eropa. Bentuk dan ornamen seperti itu merupakan corak masjid pada masa kesultanan melayu dan kolonialisme memang menggabungkan antara arsitektur dan corak melayu.
2. Stasiun Kereta Api. Stasiun kereta api terletak di Jalan Ikan Paus Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai. Peninggalan sejarah ini merupakan salah satu cagar budaya yang masih terjaga keasliannya sampai sekarang, baik bentuk fisik dan kegunaannya. Stasiun ini di dirikan oleh perusahaan DSM (Deli Spoorweg Maatchappij) tahun 1930 dengan rute awal Medan-Binjai. Stasiun ini juga merupakan alat transportasi utama masyarakat Kota Binjai pada masa kolonialisme yang menghubungkan Binjai dengan daerah disekelilingnya.
3. Gedung Pengadilan Agama Gedung ini terletak di Jalan Sultan Hasanuddin Kecamatan Binjai Kota. Gedung ini awalnya berfungsi sebagai Balai kerapatan kesultanan Langkat. Pada masa kolonial bagunan ini digunakan sebagai gedung pengadilan negeri. Bangunan ini didirikan tahun 1930 oleh Tengku Muhammad Adil atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Pangeran Adil yang ketika itu sebagai Sultan yang memerintah di Binjai. Dibagian depan gedung ini terdapat 4 buah meriam peninggalan Belanda. Tetapi kondisinya saat ini satu meriam sudah dipindahkan ke museum negeri medan, dua meriam dipindahlan ke Pengadilan Negeri Binjai dan satu meriam lagi telah hilang. Saat ini bangunan ini digunakan sebagai gedung pengadilan agama Kota Binjai. Selain itu, didalam gedung ini juga telah diresmikan Museum Keadilan Kota Binjai pada tahun 2011 yang merupakan museum keadilan pertama di Sumatera Utara
4. Balai Kota. Balai kota adalah sebuah bangunan pemerintahan kota Binjai. Balai Kota beralamat di Jalan Jenderal Sudirman No. 6, Kecamatan Binjai Kota. Walikota Binjai dari yang pertama sampai saat ini berkantor digedung ini. Secara administratif, perkembangan Kota Binjai berawal dari Balai kota ini. Arsitektur bangunan ini terlihat menarik karena menggabungkan ornamen eropa dan melayu.
5. Rumah Sakit Bangkatan. Rumah sakit bangkatan adalah rumah sakit perkebunan di Kota Binjai. Rumah sakit milik PTPN II ini berada di jalan Samanhudi Binjai. Dari data historis yang didapat, rumah sakit bangkatan telah berdiri sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Rumah sakit bangkatan merupakan bukti dari perkembangan fasilitas kesehatan di Kota Binjai pada zaman kolonial belanda.
6. Lapangan Merdeka Binjai. Lapangan merdeka atau yang sering disebut alun-alun adalah sebuah lokasi sentral dalam menentukan pusat suatu Kota. Perkembangan Kota juga dapat dilihat dari perkembangan infrastruktur yang berkembang disekitar lapangan merdeka. Hal seperti juga terjadi di Kota Binjai. Secara historis, lapangan merdeka binjai dipergunakan setiap tahunnya sebagai tempat upacara bendera serta perayaan ulang tahun Kota Binjai.
7. Masjid Jami’. Masjid Jami’ terletak di Jalan K.H.Abdul Karim, Kelurahan Rambung Dalam, Kecamatan Binjai Selatan, Masjid ini Dibangun sekitar tahun 1930 M atau tahun 1351 H, Oleh Toke H. Matsech dan istrinya bernama Cik Sum. H. Matsech adalah pemborong dan orang kaya di perkebunan Deli Mey pada zaman kolonialisme Belanda yang mewakafkan tanah yang kemudian dirikan sebuah masjid. K.H. Abdul Karim sendiri adalah tokoh ulama kesultanan langkat (miftah langkat) sekaligus tokoh masyarakat setempat yang berasal dari Banten. Beliau merantau dari daerah Banten yang kemudian berdomisili di Kota Binjai.
8. Sri Mahriamman Kuil, Kuil Sri Mahriamman terletak di Kelurahan Kartini Kecamatan didirikan tahun 1880 oleh Muhftu Kapitan. Beliau adalah seorang Kapitan (mandor perkebunan) yang dekat dengan sultan langkat. Dalam perkembangannya, pemerintah kolonial belanda banyak membantu pembangunan kuil ini. Bangunan ini memiliki bentuk memanjang kebelakang dengan atap berbentuk kubah bewarna emas dibagian belakangnya. Di kuil ini juga terdapat tombak dan beberapa patung yang merupakan peninggalan awal dari kuil ini.
9. Bangunan Bercorak Eropa. Perkembangan kolonialisme di Binjai termasuk signifikan, hal ini dapat dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar di beberapa daerah di Kota Binjai. Peranan Binjai sebagai Kota Praja pada masa kolonial, dengan perkebunan timbang langkat yang sangat luas membuat pembangunan infratruktur perkebunan relatif cepat. Baik itu dari kantor perkebunan, pabrik, gudang, serta perumahan masyarakat. Pengaruh Kota Binjai sebagai Kota transit juga menyebabkan pertumbuhan pembangunan Kota Binjai sangat pesat. Dari banyaknya bangunan bercorak eropa di Kota Binjai. Beberapa diantaranya adalah bangunan bekas rumah administratur perkebunan, rumah PTPN II, rumah PTPN IX dan rumah kepala lembaga permasyarakatan (LAPAS) Kota Binjai.
10. Bangunan Bercorak Cina.
Kompleks rumah toko di Jalan Iran Barat (pasar kaget) merupakan kompleks pertokoan cina tertua di Kota Binjai. Kompleks pertokoan ini terletak di pinggir sungai bangkatan yang bermuara ke sungai mencirim. Arsitektur bangunannya berbentuk cina klasik dengan ukiran bunga di bagian atas dindingnya. Renovasi yang dilakukan terhadap bangunan sangat sedikit sehingga tidak mengurai nilai dan keunikan historis daripada bangunan ini. Konstruksi bangunannya beton dengan ukiran-ukiran kayu di bagian pintu dan jendela. Sekilas pertokoan ini hampir sama dengan kompleks petokoan yang terdapat di kesawan, Kota Medan. Hanya saja tinglat keaslian dan keunikan pertokoan yang terdapat di Kota Binjai lebih tinggi. Kompleks pertokoan ini sekarang dijadikan sebagai tempat tinggal dan tempat usaha masyarakat tionghoa.
Nilai historis tentang peninggalan sejarah di Kota Binjai
Nilai historis adalah ideologi edukatif bagi masyarakat sekarang tentang penting tidaknya peninggalan sejarah itu untuk terus dirawat, dilestarikan, dijadikan sumber pembelajaran, ataupun dimanfaatkan kedalam bentuk yang bersifat positif dan menarik perhatian masayarakat. Klasifikasi dari nilai-nilai historis itu dapat dipahami dari sudut pandang mana seseorang mendeskripsikannya. Koestoro (2004:44) menjelaskan tentang peninggalan cagar budaya sebagai berikut: “Peninggalan cagar budaya atau benda cagar budaya dapat di bedakan menjadi benda cagar budaya yang bergerak, yaitu benda cagar budaya yang dapat dipindahkan dari satu tempat ketempat lain seperti keramik, keris, manik-manik, dan sebagainya. Adapun benda cagar budaya yang tidak bergerak, yaitu berkenaan dengan objek yang tidak dapat dipindahkan ke tempat lain seperti makam, candi, masjid, atau bentuk bangunan lain yang permanen.
Dalam dunia penididikan, Peninggalan-peninggalan bersejarah ini merupakan konstribusi nyata dari hasil karya dan cipta masyarakat terdahulu yang sangat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sejarah dan budaya. Contohnya terletak pada bekas rumah administratur perkebunan PTPN II yang dihibahkan kepada yayasan Putra Anda Binjai yang kemudian dijadikan ruangan belajar dan kantor administrasi yayasan tersebut. Dalam bidang sosial budaya, keberadaan peninggalan sejarah di Kota Binjai terlihat pada perbedaan karateristik arsitektur dan tata ruang perkotaan di Kota Binjai.
Perpaduan antara bangunan lama dan bangunan modern membuat Kota Binjai menjadi salah satu Kota historis di Sumatera Utara. Contohnya terdapat pada peninggalan keagamaan seperti masjid, gereja, vihara, kuil, dan bangunan berarsitektur eropa, cina, dan melayu. Selain itu, nilai historis dari peninggalan sejarah di Kota Binjai juga dapat dilihat dari sektor pariwisata dan perekonomian. Peninggalan-peninggalan sejarah tersebut dapat menjadi income bagi pertumbuhan perekonomian Kota Binjai sekaligus mengembangkan sektor pariwisata Kota Binjai yang maih kurang terpelihara dengan baik. Bangunan seperti stasiun kereta api, gedung pengadilan agama, serta bangunan-bangunan bercorak eropa, cina, dan melayu merupakan aset sejarah yang harus dilestarikan dan dikelola dengan baik. Nilai-nilai historis tersebut juga dapat dipahami Dengan kembali menceritakan peninggalan sejarah tersebut sebagai sebuah warisan sejarah yang hilang melalui sebuah miniatur sejarah kota Binjai. Bangunan Kantor pos, vihara setia budha, gereja HKBP, sekolah taman siswa yang sudah mengalami renovasi total atau waterleading (menara air) yang sudah dihancurkan adalah beberapa peninggalan sejarah yang telah mengalami renovasi pada fisik bangunannya tetapi memiliki cerita sejarah dan perkembangan Kota Binjai.
Pelestarian Peninggalan Bersejarah di Kota Binjai Pelestarian dapat di artikan sebagai kegiatan pemeliharaan, perlindungan, pengelolaan, pengembangan serta pemanfaatan peninggalan sejarah kearah yang positif. Tindakan pelestarian tidak hanya sekedar merawat atau memelihara bangunan bersejarah tersebut, tetapi harus didasari pertimbangan yang jelas tentang pemahaman nilai-nilai historis yang terkandung didalamnya serta dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun historis. Sesuai dengan Peraturan daerah Kota Binjai No. 9 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa: “(1) Bangunan gedung dari lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya yang dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. (2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan sebagaimana yg dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemerintah daerah dan/atau pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundangundangan.
Dari penjelasan diatas, peninggalan sejarah di Kota Binjai harus mendapat perhatian dari pemerintah sesuai dengan isi Perda Kota Binjai yang kemudian diusahakan untuk mendapat legalitas hukum sebagai peninggalan cagar budaya di Kota Binjai. Upaya pelestarian yang dilakukan haruslah berdampak pada meningkatnya kesadaran masyarakat Kota Binjai akan pentingnya keberadaan peninggalan sejarah. Menurut Novendra (2009:1) “Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela tanpa paksaan dalam suatu kegiatan. Partisiapsi juga dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka”.
PENUTUP
Melalui peninggalan sejarah, manusia belajar tentang masa lalu untuk masa depan. Ungkapan tersebut tidaklah berlebihan, karena memang nampak jelas bahwa semua orang belajar dari sejarah, baik sadar maupun tidak sadar. Pelajaran itu yang juga terdapat didalam peninggalan sejarah Kota Binjai melalui pemahaman nilai-nilai historis yang terdapat didalamnya. Mustahil tanpa melalui peninggalan, baik berupa bangunan tua, dokumen tua, dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadikan peninggalan itu sendiri menjadi sangat penting, dan mahal. Peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut merupakan harta yang tidak ternilai harganya bagi penduduk Kota Binjai pada khususnya, dan bagi Indonesia pada umumnya, karena mempunyai manfaat yang sangat besar bagi masyarakat, seperti manfaat edukatif sebagai media pembelajaran bagi para pelajar, dan manfaat ekonomis sebagai objek tujuan wisata budaya maupun riset, yang jika ditangani secara serius, serta heterogenitas budaya yang bila dikembangkan dapat menjadi sebuah identitas historis dari Kota Binjai sendiri. maka akan dapat membantu percepatan tercapainya kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Artha, Arwan Tuti & Heddy S.2004. Jejak Masa Lalu; Sejuta Warisan Budaya. Kunci Ilmu:Yogyakarta.
Balai Arkeologi Medan. 2004. Berkala Arkeologi “Sangkhakala”. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Irawan, dedi. 2012. 16 hours Journey to Binjai. Mitra: Medan.
Novendra. 2009. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Situs dan Benda Cagar Budaya. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjung Pinang
Peraturan Daerah Kota Binjai No. 9 Tahun 2011.
Soedewo, Eri & Misnah. S. 2010. Kota-kota Tua Sumatera Utara. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara.
Syamsudin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Ombak:Yogyakarta
Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Komentar
Posting Komentar