Batavia; Selepas Isya.
Selamat malam, puan!
Sudah lama kita tidak menikmati cokelat panas berdua. terakhir kita
menyeduhnya di tepi dermaga, kala senja di selat malaka, di Kotamu. Apa
kabar kamu? Saat ini aku sedang berada di sisi lain jendela. tidak disebelah
ruangmu! aku tahu ini akan gaduh ketika aku terus terang. Hanya saja, selat
sunda memutus rindu di tengahnya. kamu tahu, aku menyisir pulau jawa hanya
untuk memelukmu, sekali lagi! lalu menghapus rindu dengan segelas cokelat panas
kesukaan kita. itu saja!.
Kamu pasti tahu, cokelat itu beraneka ragam. Sama seperti hati manusia. Ada
cokelat kelas VIP dan ada pula cokelat untuk rakyat jelata. Saat diseduh,
cokelat itu jadi beda harga dan rasa. Ada yang mahal dan murah. Apalagi jika
ditambahkan pajak. Tapi karena dasarnya kita suka cokelat. Kita nikmati saja
seduhannya. Tak peduli berapa harga, kita jadi tentram setelahnya. Dan terus
bahagia.
Kemarin, aku sempat ganti hobi jadi penikmat kopi. Rupanya kopi juga banyak
jenis dan variasi. Bedanya, dasar kopi itu pahit dan wangi. Setelah diracik,
baru terasa nikmatnya. Sementara cokelat? Ia tetap memikat, manis dan lekat. Coba
rasakan cokelat dingin! Akan lebih nikmat. Sepertimu. Kamu yang selalu dingin dikenang.
Sudahlah! Saat ini aku menikmati cokelat ini sendiri. Dengan beberapa potong
kue yang berlapis cokelat pula. tanpamu!.
Aku rindu! Kata dilan rindu itu berat, aku tak peduli. Biar aku saja! Jangan
kamu. Setelah purnama kemarin, aku melukis namamu di berkas sinarnya. Teduh! Dingin
malam itu mengingatkan banyak hal tentang hidupku, cintamu, dan kepergian
mereka. Setiap hal yang kulewati kini adalah uraian dari banyak pertanyaan
tentang manusia. Termasuk aku! Tentulah, aku kini dapat menjawabnya. Sebuah jawaban
klasik dari nenek moyangku dulu; “manusia itu hanya dibedakan jadi dua, baik
dan jahat. Kamu jadi manusia mana?”
Kamu tahu aku jawab apa? Aku tak peduli. Sebab aku pernah jadi jahat,
pernah juga jadi baik. Sekarang? Aku Cuma ingin jadi manusia seutuhnya. Untuk diriku
sendiri. Mampus itu dengan orang yang katanya simpatik dan cinta akan aku. Semua
omong kosong diruang publik! Aku marah? Tidak! Aku Cuma menikmati senja dengan
harapan esok akan cerah. Ternayat hujan. Aku salah! Sudah, itu saja.
Untukmu yang baca ini tulis, ketahuilah bahwa aku telah hilang dari tanah lahirku. mereka mengusirku menuju rantau untuk berkuasa setelahnya. Apalagi tahun ini adalah tahun politik. jadi maaf! Aku tak pamit dengan cara baik. Aku tak mampu menjelaskan dengan
benar. Bahkan sampai kini. Aku Cuma bisa bilang. Aku rindu, ingin dianggap ada.
Oleh kamu, sekali lagi.
Sutan Imam Uluan,
Komentar
Posting Komentar