Jarak




Karena beberapa alasan, senja tak selalu memerah. Seperti halnya cinta yang tak selalu istimewa. Pun sebuah pengharapan yang kadang tak berpihak kepada hati yang habis dibunuh rindu. Dan kamu tahu? Jauh itu bukan antara sumatera dan jawa. Melainkan kita yang setiap hari bersua, berbagi cerita, namun tak saling sapa. Kita cuma ciptakan garis semu yang aku sebut "jarak".

-------------------------------------------------------------------


Tentang sebuah jarak. Tentang rindu yang kau rasakan kepada jejak bersama cinta. Sebuah komitmen rupanya tak cukup mendekatkan jarak. Apalagi ketika harapmu untuk bersanding sebagai istri perwira TNI belum tentu nyata.

Kau tahu, menuliskan apapun tentang sebuah tujuan itu benar. Namun, kebenaran akan terwujud jika sudah dilakukan. Dan jarak jadi alasan dari segala kebenaran itu. Dia menciptakan ruang rindunya sendiri. Dia Memberikan kesendirian dan kesepian kepadamu yang tengah berharap dan menunggu.

Kini aku mengetahui segala hal tentangmu. Hingga manis adalah perasaan abstrak yang kau nikmati. Jadi, aku tak akan memberikan filosofi apapun terkait jarak. Karena jarak hanya bisa dibunuh oleh kehadiran. Seperti halnya dingin yang akan mencair dengan kehangatan.

Dan sekarang? Apa kamu merasakannya? Jika tidak, mengapa kemudian kamu menciptakan jarak itu sendiri. Jika bukan, mengapa kamu membuat dingin itu sendiri? Jadi, jarak sebenarnya tidak tercipta, melainkan di ciptakan. Dan kamu tahu? Aku pernah melakukannya, Hingga jarak merdeka diatas nalarku yang beranjak tiada.

Jadi, kali ini aku ingin menciptakan jarak itu sendiri. Mendaki menurun lari berjalan di atas rintihku sendiri. Sebab, tak ada yang benar - benar bisa aku lakukan selain menikmati garis semu ini. Apalagi waktu yang tak akan mengerti, jika wujud dari segala cinta adalah pelukan bukan penantian.

Maka bertemanlah dengan penantianmu. Miliki kehilangannya lebih dulu sebelum kehadirannya sangat berarti bagimu. Sehingga, nantinya kau terbiasa dengan kejamnya jarak. Dengan semua kemungkinan yang akan hadir ketika pelatuk senapan sudah ditekan.

Hhmm... Intinya aku meminta maaf, seharusnya aku tak ada disini. Hanya untuk membuatmu memilih sekali lagi, menikmati kopi buatanmu, atau seduhan cokelat panasku. Atau sebenarnya kita tengah sama - sama mendekatkan jarak?  Agar sebuah impian tak mati karena ilusi.

Sebelum aku tutup ini cerita, aku katakan kepadamu bahwa aku pernah jatuh dan berulangkali dipenjarakan nafsu. Sementara jarak menjadi garis semu dari ketidakjelasan tujuan yang aku bangun diatas harapan dan impian. Aku lupa bahwa cinta bukan bicara tentang senja yang akan lenyap dimakan gelap. Melainkan fajar yang beranjak menuju akad.

(jadi, mana yang kau pilih? Menahanku disini, atau menunggunya kembali?)

Cokelatpanas.est @2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nilai Historis Tentang Peninggalan Sejarah Sebagai Cagar Budaya di Kota Binjai

Cerita Tentang Pinus.

Sebait Kisah Tentang Ayah(ku).