Untukmu Disisi Dermaga,





Sebuah catatan.......

Dingin ini malam kasih, menemani sendiriku menanti pagi. Ia selimuti gaduhku perihal kesal di waktu kemarin. Sedang aku terus memaki ruang semu yang ku cipta diatas ego. Aku baru saja kehilangan tawa tatkala perjuanganmu usai. Pun halnya dengan senja yang selalu kau sapa dalam ribuan tanya di aplikasi dunia maya.

Apa kamu mendengar aku punya suara? Fajarku tak lagi semanja biasa. Memotong mimpiku untuk menyuruhku bekerja. Fajarku kini adalah nostalgia. Menjadi malam yang membawa lelap hingga senja. Apa kamu mendengar aku punya suara? Gaduhku dengan nalar menjadi keseharian yang biasa. Tatkala malam aku beranjak mencari segelas kopi untuk menetralisir kecewa. Sudah lama memang, tak ku sentuh cokelat panas yang selalu kamu analogikan dengan hidup dan cita - cita. Semua abstrak perkara dunia dan cinta.

Sengaja ku coret sedikit berandaku dengan analogi yang selalu kamu nyatakan dengan prosa. Bahwa berlabuh adalah menepi dari segala riuh dan gemuruh. Berlabuh adalah perihal menikmati senja dengan seduhan cokelat panas dan roti basah dari warung bik minah. Berlabuh adalah perihal kembali kerumah, merebah lelah setelah ribuan langkah menjelajah.

Dan sekarang, apa kamu mendengar aku punya suara? Hanya karena perbedaan arah langkah, bukan berarti aku lupa. Sebab membuktikan adalah memenuhi janji yang pernah kita tulis di dinding beranda dermaga. Mungkin, kita tak akan berjalan ke rumah yang sama. Jadi biar ku buatkan untukmu sebuah gerai cokelat di sisi dermaga. Lengkap dengan pernak pernik cinderamata didalamnya.

Ingat waktu kita berdebat, tentang si adik yang masuk akademi pariwisata? Mungkin kali ini kamu benar... Bahwa suatu saat kotamu akan serupa dengan senja di Kota Tua, Batavia. Dan, kamu akan duduk menikmati senja bersama yang tercinta. Jikapun bukan denganku, sesalku sudah terbayar dengan tawamu yang terjaga diantaranya.

Jadi sudah, ini sudah cukup membuat perih. Segala kekeliruan yang terjadi dalam dinamika politik dan hegemoni. Biar sejenak ku bersihkan puing - puing demokrasi yang menjadi noda disana sini. Jika kamu beritikad, tunggu aku di sisi dermaga biasa. Jika nantipun dirimu tak kulihat, yakinlah dermaga itu akan menjadi destinasi pariwisata.

Selamat untuk bahagiamu hari ini. Semoga apa yang kamu niatkan, tuhan kabulkan...
Amin.


Sutan imam uluan,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nilai Historis Tentang Peninggalan Sejarah Sebagai Cagar Budaya di Kota Binjai

Cerita Tentang Pinus.

Sebait Kisah Tentang Ayah(ku).